Bab 1: Awal yang Indah
Di sebuah kota kecil yang terletak di tepi laut, di mana angin laut selalu berhembus dengan lembut, ada sebuah café yang menyimpan banyak kenangan. Café itu bernama La Mer, sebuah tempat yang seolah menyatu dengan ombak yang bergulung di pantai. Café itu bukan hanya tempat favorit bagi wisatawan yang datang berlibur, tetapi juga menjadi tempat yang penuh kenangan bagi dua jiwa yang saling mencintai, Rina dan Aditya.
Rina adalah seorang wanita berusia 28 tahun, dengan rambut panjang berwarna hitam pekat yang sering dibiarkannya terurai bebas. Matanya berbinar cerah, selalu terlihat antusias dengan segala hal di sekitarnya. Ia bekerja sebagai seorang ilustrator, dan karyanya sering dipajang di galeri seni di kota besar. Rina adalah pribadi yang lembut, namun penuh semangat dan selalu memiliki senyuman yang tulus.
Aditya, yang akrab dipanggil Ditya, adalah pria 30 tahun yang tampak sedikit lebih tenang daripada Rina. Dengan rambut cokelat yang sedikit ikal dan wajah yang selalu terlihat serius, Ditya adalah seorang arsitek yang bekerja di kota besar, namun sering pulang ke kampung halamannya karena ia merasa ada kedamaian di sana. Sifatnya yang penyayang dan penuh perhatian membuatnya sangat dihargai oleh orang-orang di sekitarnya, terutama oleh Rina.
Pertemuan mereka terjadi dua tahun yang lalu di La Mer, tempat yang menjadi saksi bisu kisah cinta mereka yang mulai tumbuh.
Saat itu, Rina sedang duduk sendirian di pojok café, menikmati secangkir kopi sambil menatap laut yang tenang. Ditya, yang baru saja kembali dari sebuah perjalanan dinas, kebetulan memasuki café tersebut. Tak sengaja, mata mereka bertemu, dan sebuah senyuman ringan tercipta di antara mereka. Tanpa ragu, Ditya mendekat dan duduk di meja yang sama.
"Kopi di sini enak, ya?" tanya Ditya dengan suara lembut, mencoba membuka percakapan.
Rina mengangguk, masih sedikit terkejut karena pria asing itu tampaknya sangat ramah.
"Ya, rasanya seperti bisa menenangkan segala kecemasan," jawab Rina dengan senyum kecil.
Sejak saat itu, pertemuan mereka menjadi lebih sering. Setiap kali Ditya pulang ke kampung halamannya, mereka akan bertemu di La Mer, berbincang tentang banyak hal, berbagi impian, dan saling mengisi kekosongan dalam hidup mereka. Seiring waktu, cinta mereka tumbuh tanpa disadari. Cinta yang mereka rasakan begitu dalam, begitu tulus, dan terasa seperti tak ada yang bisa memisahkan mereka.
Bab 2: Cinta yang Teruji
Namun, kehidupan tidak selalu berjalan mulus seperti yang diharapkan. Aditya mendapatkan tawaran pekerjaan yang sangat besar di luar negeri, sebuah kesempatan yang tidak bisa dilewatkan begitu saja. Meskipun hatinya berat untuk meninggalkan Rina, dia tahu bahwa ini adalah kesempatan yang sangat berarti bagi karirnya.
"Aku harus pergi, Rina," kata Ditya suatu malam, duduk berhadapan dengan Rina di café yang sama, di meja yang sama, tempat mereka pertama kali bertemu. "Ini adalah kesempatan yang sangat besar untuk masa depanku. Tapi, aku juga tahu ini akan sangat berat."
Rina menatapnya dengan mata penuh perasaan, mencoba menahan air mata yang ingin keluar. "Aku mengerti, Ditya. Aku tidak bisa menahanmu. Tapi bagaimana dengan kita?"
Ditya menggapai tangan Rina, menggenggamnya erat. "Aku cinta kamu, Rina. Dan aku akan kembali. Aku berjanji."
Mereka berdua tahu bahwa janji itu bukanlah sebuah janji yang bisa diabaikan. Janji itu adalah harapan, adalah komitmen mereka terhadap satu sama lain. Namun, dengan seiring berjalannya waktu, hidup kadang tidak sesuai rencana.
Bab 3: Kehilangan yang Menyakitkan
Hari-hari tanpa Ditya terasa sangat sunyi bagi Rina. Meskipun mereka berkomunikasi melalui telepon dan pesan, Rina merasakan betapa besar jarak yang terbentang di antara mereka. Setiap kali dia mendengar suara Ditya, dia merasa ada sesuatu yang hilang. Aditya yang dulu ada di depannya, yang dulu memeluknya dengan lembut, kini hanya ada di layar ponselnya.
Beberapa bulan kemudian, sebuah kabar datang yang membuat hati Rina hancur. Ditya mengalami kecelakaan di luar negeri, dan meskipun usahanya untuk bertahan sangat besar, ia tidak berhasil selamat. Dunia Rina runtuh seketika. Di tengah kesedihan yang mendalam, Rina merasa kehilangan segala sesuatu yang pernah berarti baginya. Tanpa Ditya, segala hal terasa kosong.
Rina menghabiskan hari-harinya di La Mer, tempat yang selalu menjadi kenangan manis baginya. Di sana, dia merasa dekat dengan Ditya, seolah-olah dia masih duduk di hadapannya, berbicara tentang segala hal. Setiap sudut café itu mengingatkannya pada mereka, pada kebahagiaan yang dulu mereka bagi.
Namun, satu hal yang tidak diketahui oleh Rina adalah bahwa Ditya tidak benar-benar pergi. Kecelakaan yang terjadi bukanlah kecelakaan biasa. Ditya tidak mati seperti yang diberitakan. Sebaliknya, dia menderita luka-luka parah yang membuatnya kehilangan ingatan. Tanpa mengetahui siapa dirinya, tanpa mengetahui siapa orang yang dia cintai, Ditya dibawa ke sebuah rumah sakit di luar negeri, terisolasi dari dunia luar.
Bab 4: Cinta yang Tidak Pernah Hilang
Setahun setelah kecelakaan itu, Rina masih tidak bisa melupakan Ditya. Namun, hidupnya perlahan bergerak maju. Dia mulai menerima kenyataan bahwa mungkin dia harus melanjutkan hidup tanpa orang yang dia cintai. Dia memutuskan untuk mengunjungi sebuah galeri seni di kota besar, tempat yang pernah ia impikan untuk menampilkan karyanya. Ketika dia sampai di sana, matanya tertuju pada sebuah gambar yang sangat familiar. Itu adalah gambar yang pernah dia lukis bersama Ditya, gambar pemandangan laut dengan dua orang yang saling menggenggam tangan.
Rina mendekat, dan di bawah gambar itu, ada sebuah tanda tangan. Tanda tangan itu bukan miliknya. Itu adalah tanda tangan Ditya.
Dengan rasa penasaran yang mendalam, Rina bertanya kepada pengelola galeri. Ternyata, gambar itu diambil dari sebuah koleksi pribadi yang dimiliki oleh seseorang yang tidak dikenal. Setelah beberapa percakapan, Rina akhirnya mendapatkan informasi bahwa pemilik koleksi itu tinggal di sebuah rumah di luar kota.
Penuh harap dan keingintahuan, Rina pergi ke rumah tersebut. Ketika dia sampai, pintu dibuka oleh seorang pria yang tidak dia kenal, namun wajahnya terasa sangat familiar.
"Apakah Anda Rina?" pria itu bertanya.
Rina mengangguk, jantungnya berdebar. "Ya, saya Rina. Saya... saya mencari seseorang. Seorang pria bernama Ditya."
Pria itu tersenyum lembut. "Ditya adalah saudara saya. Tapi, saya rasa kamu datang terlalu terlambat."
Rina terdiam, bingung dan cemas. Pria itu kemudian melanjutkan ceritanya.
"Ditya selamat dari kecelakaan itu, tapi ingatannya hilang. Dia tidak ingat siapa dirinya atau siapa kamu. Kami membawanya ke sini, berharap dia bisa pulih. Dia mungkin tidak ingat, tapi saya yakin dia masih mencintaimu, Rina."
Ketika Rina memasuki ruang di mana Ditya berada, dia hampir tidak bisa mempercayai apa yang dia lihat. Ditya duduk di kursi roda, terlihat lemah namun masih memiliki kilau di matanya. Rina mendekat, merasakan bahwa setiap detak jantungnya adalah bagian dari perjalanan yang tak pernah dia bayangkan.
Ditya menatapnya dengan mata kosong, namun ada sesuatu di wajahnya yang membuat Rina yakin. Perlahan, dia menggenggam tangan Ditya dan membisikkan kata-kata yang sudah lama dia simpan dalam hati.
"Aku di sini, Ditya. Aku akan selalu ada untukmu. Kita akan bersama lagi."
Ditya tidak langsung merespons, namun ada kelembutan di wajahnya. Dalam hati, Rina tahu bahwa cinta mereka tidak pernah benar-benar hilang. Waktu dan jarak mungkin telah memisahkan mereka, tetapi ikatan yang kuat itu tetap ada, tersembunyi di dalam hati mereka masing-masing.
Bab 5: Epilog
Hari-hari setelah itu penuh dengan harapan baru. Rina dan Ditya memulai perjalanan baru bersama, meskipun tidak mudah. Ditya perlahan mulai mengingat Rina, meskipun tidak semua kenangan kembali dengan segera. Namun, cinta mereka yang tulus tetap menjadi kekuatan yang menyatukan mereka.
Di La Mer, tempat pertama kali mereka bertemu, Rina duduk sambil tersenyum, memandangi laut yang biru dan tenang. Di sampingnya, Ditya duduk, meskipun ada kesulitan dalam mengingat, namun kehangatan di antara mereka tidak pernah pudar. Mereka tahu bahwa mereka akan selalu bersama, tak peduli apapun yang terjadi, karena cinta mereka akan tetap abadi—forever in love.