Light Articles. Read Now!

Table of Content

Love of My Life (Cerpen Masdoly 2024)

Kisah cinta mereka dimulai satu musim panas yang penuh angin dan hujan. Mereka bertemu secara kebetulan di sebuah kafe kecil di dekat pelabuhan.

 love of my life

I. Malam yang Terlupakan

Di sebuah kota kecil yang terletak di pesisir selatan, terdapat sebuah rumah kayu yang sederhana dengan cat yang sudah mulai mengelupas akibat terik matahari dan angin laut. Rumah itu adalah tempat di mana Anggi, seorang gadis berusia 23 tahun, menghabiskan sebagian besar hidupnya. Dengan rambut panjang hitam berkilau dan mata cokelat yang dalam, Anggi memiliki kecantikan yang sederhana namun memikat. Ia sering terlihat berjalan sendirian di sepanjang jalan berbatu menuju pelabuhan, menikmati angin laut yang sejuk, sambil menyapa nelayan-nelayan tua yang sudah dikenal sejak kecil.

Di pelabuhan, terdapat sebuah kapal kecil yang terlihat usang, namun baginya, kapal itu adalah saksi bisu dari kisah cinta yang tak akan pernah terlupakan. Kapal itu milik Zaki, seorang pemuda yang lebih muda dua tahun darinya. Zaki adalah seorang pelaut yang setiap kali kembali ke pelabuhan, membawa cerita-cerita tentang lautan dan dunia yang luas di luar sana, sesuatu yang selalu membuat Anggi terpesona. Zaki memiliki tubuh yang kekar dan kulit sawo matang yang terbakar matahari, dengan mata hitam yang tajam dan senyum yang dapat membuat siapa pun merasa tenang. Ia adalah seorang pria yang penuh dengan petualangan dan impian besar, sementara Anggi adalah gadis yang lebih pendiam dan terikat pada kehidupan yang sederhana di kota itu.

Kisah cinta mereka dimulai satu musim panas yang penuh angin dan hujan. Mereka bertemu secara kebetulan di sebuah kafe kecil di dekat pelabuhan. Saat itu, Anggi sedang duduk seorang diri, menatap laut yang gelap dari jendela kafe. Tiba-tiba, Zaki datang dan duduk di meja yang sama. Zaki tersenyum, memperkenalkan dirinya, dan mereka mulai berbicara tentang hal-hal yang mereka cintai. Anggi merasa terhubung dengan Zaki, merasakan kehangatan dalam setiap kata-kata yang keluar dari bibirnya. Zaki bercerita tentang laut, tentang kapal-kapal yang berlayar ke tempat-tempat jauh, dan tentang impiannya untuk memiliki kapal besar yang bisa membawanya keliling dunia.

Malam itu, saat mereka berpisah di depan kafe, Zaki memegang tangan Anggi dengan lembut dan berkata, “Suatu hari, aku ingin kau bersamaku di kapal itu, Anggi. Kita akan mengarungi dunia bersama.”

Anggi hanya tersenyum, meski hatinya merasa penuh dengan perasaan yang sulit diungkapkan. “Aku hanya seorang gadis biasa, Zaki. Bagaimana aku bisa ikut denganmu ke dunia yang begitu luas itu?” kata Anggi pelan.

“Bukan dunia yang luas itu yang penting, Anggi. Tapi kamu,” jawab Zaki dengan tatapan yang penuh arti.

Mereka pun menjadi sepasang kekasih yang tak terpisahkan. Zaki sering membawa Anggi ke pelabuhan, mengajaknya naik ke kapal kecil miliknya, dan mereka berdua melayari laut bersama. Anggi merasa dunia mereka sangat kecil, hanya berdua di tengah samudra yang luas, namun itu adalah dunia yang paling indah baginya.

II. Seiring Waktu Berlalu

Namun, seperti halnya semua cerita cinta, tak selamanya indah. Waktu yang berlalu membawa perubahan yang tak terduga. Setelah dua tahun bersama, Zaki memutuskan untuk berlayar lebih jauh, ke daerah yang belum pernah dijelajahi. Ia ingin mencari keberuntungan yang lebih besar. Ia ingin membangun kapal besar, dan berkeliling dunia dengan membawa Anggi bersamanya, seperti yang ia impikan dulu. Tetapi ada sesuatu yang tak ia ketahui—Anggi mulai merasakan ketakutan yang mendalam.

Anggi bukanlah seseorang yang bisa menjalani hidup penuh petualangan. Ia mencintai Zaki, namun lebih dari itu, ia mencintai kedamaian yang ada di rumah kecilnya, di kota kecilnya. Di sinilah ia merasa nyaman. Meski Zaki berjanji akan kembali setelah perjalanannya, Anggi tahu betul bahwa laut bisa menjadi sangat kejam. Ia takut Zaki tak akan kembali, atau bahkan kalaupun kembali, semuanya mungkin sudah berubah.

Pada suatu malam, saat Zaki hendak berlayar untuk perjalanan panjang yang pertama, mereka berdiri di atas dermaga. Zaki memegang tangan Anggi dengan erat, seperti ingin memastikan bahwa mereka tidak akan pernah terpisah.

“Anggi, aku akan kembali. Aku janji,” kata Zaki, matanya memancarkan tekad.

Anggi menatapnya dengan penuh kasih, namun matanya tampak berkaca-kaca. “Aku tahu, Zaki. Tapi aku takut. Aku takut kalau sesuatu terjadi padamu di sana.”

Zaki tersenyum lembut dan menyeka air mata yang perlahan turun di pipi Anggi. “Jangan takut. Laut memang tak bisa diprediksi, tapi hatiku hanya ada untukmu. Aku akan kembali, dan kita akan menjalani hidup yang kita impikan.”

Dengan kata-kata itu, Zaki menaiki kapal kecilnya, melambaikan tangan terakhir kalinya, dan berlayar menuju horizon yang tak terlihat. Anggi berdiri di sana, memandang kapal itu hilang di tengah gelapnya malam, dengan perasaan yang berat di dadanya. Ia tahu, hidupnya kini akan berubah selamanya.

III. Kabar yang Tak Terduga

Tiga bulan berlalu tanpa kabar dari Zaki. Setiap pagi, Anggi pergi ke pelabuhan, menatap lautan luas, berharap kapal Zaki akan muncul dari kejauhan. Namun, hari demi hari berlalu tanpa tanda-tanda kepulangannya. Hati Anggi semakin resah. Semua orang di kota mulai berbisik. “Mungkin Zaki sudah hilang,” mereka berkata. “Mungkin kapal itu tenggelam di tengah badai.”

Suatu sore yang penuh hujan, Anggi menerima surat yang datang dari pihak pelayaran. Surat itu memberi kabar yang paling buruk yang bisa ia terima. Kapal Zaki telah hilang di tengah laut, dan tidak ada jejak yang ditemukan. Tak ada yang tahu apa yang terjadi.

Anggi merasa seolah-olah dunia runtuh di sekelilingnya. Ia membaca surat itu berulang-ulang, namun kata-kata dalam surat itu tetap tidak berubah. Zaki hilang. Zaki tak akan pernah kembali.

Dengan tubuh yang lemas, Anggi berjalan ke pelabuhan, berusaha menahan air mata yang ingin tumpah. Di sana, ia berdiri di samping kapal kecil milik Zaki yang kini terparkir di dermaga, sepi dan tak terpakai. Setiap sudut kapal itu mengingatkannya pada kenangan indah yang pernah ia miliki. Tetapi kini, semuanya terasa kosong.

IV. Dua Tahun yang Sepi

Dua tahun setelah kehilangan Zaki, Anggi masih hidup dalam bayang-bayangnya. Setiap hari ia bekerja di kedai kecil milik ibunya, melayani pelanggan yang datang dan pergi, namun hatinya kosong. Laut yang dulu menjadi tempat penuh cinta kini hanya terasa menakutkan. Setiap kali Anggi menatap lautan, ia merasakan kehilangan yang dalam, seakan lautan itu sendiri menghapus segala kenangan yang indah.

Suatu hari, Anggi kembali ke pelabuhan, seperti yang biasa ia lakukan. Namun kali ini, ada sesuatu yang berbeda. Di dermaga yang sepi, ia melihat seorang pria yang tengah berdiri memandang laut. Anggi mendekatinya dengan hati-hati. Pria itu mengenakan jaket kulit yang lusuh dan topi yang menutupi sebagian wajahnya. Namun saat pria itu berbalik, Anggi terkejut. Itu adalah Zaki—atau lebih tepatnya, seseorang yang mirip dengan Zaki.

“Zaki?” suara Anggi bergetar.

Pria itu tersenyum, namun senyum itu tidak menghangatkan hati Anggi. Senyumnya tampak kosong, seolah-olah ia bukanlah orang yang sama lagi. “Anggi, aku kembali,” katanya pelan, suaranya serak.

Air mata Anggi mulai menetes. “Kenapa baru sekarang kau kembali, Zaki? Kenapa tidak sebelumnya?”

Zaki menundukkan kepala. “Aku... aku tidak bisa menceritakan semuanya. Laut memang tak bisa diprediksi, Anggi.”

Namun, meskipun Zaki ada di depan matanya, Anggi tahu—ini bukan lagi pria yang ia cintai. Zaki yang dulu penuh dengan semangat dan impian besar kini tampak hancur, terseret oleh lautan yang kejam.

Anggi menatap Zaki, dan dalam hatinya, ia menyadari satu hal yang tak bisa ia elakkan. Meskipun Zaki ada di sana, cinta mereka telah hilang. Laut telah memisahkan mereka selamanya.

Manusia biasa yang suka membaca, menulis dan berbagi

Posting Komentar