Light Articles. Read Now!

Table of Content

Cum Laude Karbitan - Cerpen Masdoly 2025

Hari wisuda adalah puncak dari semua kehebohan ini. Ketika nama Lampu Petromaks dipanggil sebagai salah satu lulusan dengan predikat cum laude

 

cum laude Karbitan

Di sebuah kota kecil bernama Pradipta, di mana pepohonan trembesi mengayomi jalanan yang berliku-liku dan kucing liar lebih banyak daripada penduduknya, terdapat universitas tua yang penuh sejarah, Universitas Harapan Cemerlang. Kampus itu memiliki reputasi yang tidak bisa dibilang baik, tapi juga tidak buruk. Sebuah institusi menengah yang lebih terkenal karena warung kopi di sekitarnya daripada prestasi akademisnya.

Namun, nama universitas itu mendadak melambung karena satu orang: Lampu Petromaks, seorang pemuda berusia 24 tahun yang baru saja diwisuda dengan predikat cum laude. Bukan sekadar predikatnya yang membuatnya terkenal, tetapi bagaimana ia mendapatkannya. Karena, jika ada yang mengenal Petro (nama kerennya dari Lampu Petromaks nih..) dengan baik, mereka tahu bahwa ia adalah definisi dari "pemalas profesional."

Lampu Petromaks: Si Mahasiswa Abadi yang Tiba-Tiba Cemerlang

Petro adalah anak tunggal dari pasangan Pak Budi dan Bu Ratna, pemilik toko fotokopi yang laris di sekitar kampus. Sejak kecil, Petro dikenal sebagai anak yang memiliki keahlian luar biasa dalam menunda-nunda segalanya. Ia bisa menunda mencuci piring hingga piring itu "mencuci dirinya sendiri" dengan hujan dari atap bocor. Ia juga memiliki bakat unik dalam beralasan; setiap kegagalan atau kelalaian selalu dibungkus dengan cerita yang begitu meyakinkan, sehingga yang mendengarnya lebih sering terhibur daripada marah.

Selama delapan tahun menjadi mahasiswa, Petro telah mencoba hampir semua jurusan. Dari teknik elektro hingga sastra Jawa, dari ekonomi hingga filsafat. Ia seperti seorang turis yang tersesat di peta akademik, berpindah-pindah tanpa tujuan. Hingga suatu hari, ia menyadari bahwa ia sudah berada di jurang drop out. Maka, dimulailah "misi penyelamatan" yang akan menjadi legenda.

Rencana Besar di Warung Kopi "Kapitalis"

Warung kopi "Kapitalis" adalah tempat Petro menghabiskan lebih banyak waktu dibandingkan ruang kelas. Dikelola oleh Mas Gondrong, seorang barista yang lebih mirip filsuf gagal, Kapitalis menjadi tempat berkumpul mahasiswa yang "berjuang" dengan tugas-tugas mereka, meskipun perjuangan itu lebih sering berakhir dengan diskusi tentang konspirasi atau keluhan tentang dosen.

Di meja pojok, ditemani secangkir kopi hitam yang sudah dingin, Petro berkumpul dengan dua sahabatnya: Antok, mahasiswa hukum yang tak pernah lulus ujian kode etik, dan Ratu, mahasiswi psikologi yang lebih paham tentang drama Korea daripada teori Freud. "Kita harus menyelamatkan gelar lu, Ndut," kata Ratu sambil menggigit pisang goreng.

"Gimana caranya? Gue bahkan lupa kapan terakhir kali ikut ujian," balas Petro.

Antok, dengan gaya sok seriusnya, menyusun rencana. "Lu tinggal cari cara biar dosen-dosen itu terkesan. Lu nggak perlu pinter, lu cuma perlu keliatan pinter."

"Kayak pepatah, 'Fake it till you make it,' gitu?" Petro mengernyitkan dahi.

"Persis! Kita cuma perlu bikin ilusi. Dan lu, Ndut, akan jadi ilusi terbesar abad ini," jawab Antok sambil tertawa.

Operasi "Cum Laude Karbitan"

Operasi dimulai dengan langkah pertama: membangun citra. Petro mulai sering muncul di perpustakaan, tempat yang sebelumnya hanya ia kunjungi untuk tidur siang. Ia membawa buku-buku tebal, meskipun sering membalik halamannya terbalik. Ia juga rajin meminjam buku akademik, lalu mengembalikannya dengan halaman yang penuh coretan stabilo, meskipun stabilo itu hanya digunakan untuk menggambar bunga.

Langkah kedua adalah mengerjakan tugas. Tentu saja, bukan Petro yang mengerjakannya. Ia menyewa jasa mahasiswa-mahasiswa pintar dengan bayaran traktiran di Kapitalis. Tugas-tugas itu dikumpulkan dengan nama Pandu tertera besar-besar di atasnya.

Namun, puncak dari semua itu adalah skripsi. Petro, dengan bantuan Antok dan Ratu, memilih topik yang sangat abstrak: "Paradoks Kebahagiaan dalam Era Digital." Sebuah topik yang terdengar canggih tetapi sejatinya adalah kumpulan kutipan Wikipedia dan bantuan chatgpt yang disusun ulang agar terdengar akademis (lumayan kreatif juga nih si ndut..hahaha). Ia bahkan sempat mengadakan "simposium kecil" di kelas, di mana ia berbicara dengan penuh percaya diri tentang hal-hal yang bahkan ia sendiri tidak pahami. Anehnya, dosen-dosennya terkesan.

Hari Wisuda yang Menghebohkan

Hari wisuda adalah puncak dari semua kehebohan ini. Ketika nama Lampu Petromaks dipanggil sebagai salah satu lulusan dengan predikat cum laude, semua orang di aula terkejut. Pak Budi dan Bu Ratna menangis bahagia, meskipun Pak Budi sempat bergumam, "Apa nggak salah panggil nama, ya?"

Sementara itu, teman-teman Petro di Kapitalis menyiapkan pesta kecil untuk merayakan "keajaiban" itu. Mas Gondrong bahkan membuatkan kopi spesial bernama "Cum Laude Latte," sebuah minuman yang rasanya pahit tetapi penuh sensasi, seperti perjalanan Petro sendiri.

Akhir yang Tidak Terduga

Setelah wisuda, Petro mendadak menjadi selebritas lokal. Orang-orang menganggapnya sebagai "bukti" bahwa siapa pun bisa sukses jika mau berusaha, meskipun Petro tahu betul bahwa "usaha" itu lebih banyak dilakukan oleh orang lain. Ia bahkan diundang untuk berbicara di seminar motivasi mahasiswa, di mana ia berkata, "Kunci sukses adalah kerja keras, doa, dan, ya, sedikit keberuntungan."

Namun, dalam momen refleksi yang langka, Petro menyadari satu hal: meskipun semua itu hanyalah kepura-puraan, ia telah membuktikan kepada dirinya sendiri bahwa ia mampu melewati sesuatu yang sulit. Dan mungkin, hanya mungkin, ini mungkin lo yaaa, itu adalah langkah pertama menuju versi dirinya yang lebih baik.

Atau, seperti yang Antok katakan dengan santai, "Lu nggak berubah, Ndut. Lu cuma tambah licik. Tapi gue bangga sama lu."

Petro tertawa, lalu menyesap kopinya. Di kota kecil bernama Pradipta, legenda tentang "Cum Laude Karbitan" akan terus hidup, menjadi cerita yang diceritakan di warung kopi untuk generasi mahasiswa yang berikutnya.

Manusia biasa yang suka membaca, menulis dan berbagi

Posting Komentar