Light Articles. Read Now!

Table of Content

Kebohongan Yang Sempurna Episode 2

Adrian mundur selangkah. "Tunggu, ini pasti kesalahpahaman. Saya hanya seorang penulis. Saya tersesat karena badai."
Kebohongan Yang Sempurna

Jejak yang Tersembunyi

Hujan masih deras mengguyur Villa Arcanum, dan suara gemuruh petir mengguncang malam. Di ruang tamu yang besar, Melati Arkana berdiri membeku di dekat perapian, menatap tajam sosok pria tua misterius yang baru saja muncul di ambang pintu. Adrian Santoso, tamu tak diundangnya, terlihat semakin pucat dan tak bisa menyembunyikan ketakutannya.

"Siapa Anda?" tanya Melati akhirnya, memecah kesunyian.

Pria tua itu melepas topi fedora lusuhnya, memperlihatkan wajah yang penuh keriput dengan mata kelam yang tajam. "Nama saya Julius. Saya seorang penyelidik swasta," katanya sambil melangkah masuk tanpa menunggu izin. "Saya sedang mengejar seorang buronan."

"Buronan?" Melati menaikkan alis, sementara tatapannya menyapu wajah Adrian, yang kini tampak seperti tikus yang terpojok.

Julius mengangguk sambil menepuk mantel panjangnya yang basah. "Ya. Ia terlibat dalam kasus pencurian berlian terkenal di Jakarta, dua minggu lalu. Saya memiliki alasan kuat untuk percaya bahwa ia bersembunyi di sekitar desa ini."

Melati tetap diam, tetapi pikirannya mulai berputar. Rumah ini jarang dikunjungi orang, dan kini ada dua pria asing muncul dalam satu malam. Kebetulan yang terlalu mencurigakan.

"Nona Arkana," Julius melanjutkan dengan nada serius, "apakah Anda pernah melihat orang asing berkeliaran di sekitar properti Anda?"

Melati tidak langsung menjawab. Sebaliknya, ia memutar tubuhnya sedikit, memberi isyarat pada Adrian. "Mungkin tamu saya bisa menjawab pertanyaan Anda," katanya datar.

Adrian mundur selangkah. "Tunggu, ini pasti kesalahpahaman. Saya hanya seorang penulis. Saya tersesat karena badai."

"Penulis?" Julius menyipitkan mata, jelas tidak percaya. "Bisa saya lihat identitas Anda?"

Adrian merogoh saku jaketnya dengan tangan gemetar, tetapi sebelum ia sempat mengeluarkan apa pun, Melati melangkah maju. "Ini rumah saya," katanya tegas. "Jika Anda ingin menginterogasi seseorang, Anda harus mengikuti aturan saya. Tidak ada yang akan diusir ke dalam badai tanpa bukti kuat."

Julius menatap Melati dengan intens, lalu mengangguk pelan. "Baiklah. Tapi saya akan tetap di sini malam ini, demi keamanan Anda."

Melati mengangguk, meskipun ia tidak yakin apa yang membuatnya mengizinkan pria asing ini tinggal. Julius tampaknya bukan tipe orang yang mudah ditolak, dan Melati memiliki firasat bahwa ia akan mendapat jawaban lebih cepat dengan membiarkan keduanya di bawah pengawasannya.

Malam semakin larut. Adrian diberi kamar tamu di lantai atas, sedangkan Julius memilih tidur di ruang tamu dekat perapian. Namun, Melati tidak bisa tidur. Ia tetap terjaga di perpustakaannya, mempelajari buku-buku lama, mencari petunjuk tentang apa yang sebenarnya terjadi.

Saat jarum jam menunjukkan pukul dua pagi, suara langkah kaki samar terdengar dari lorong. Melati segera berdiri dan membuka pintu perpustakaan. Di ujung lorong yang remang-remang, ia melihat bayangan Adrian melintas cepat, menuju arah dapur. Rasa penasaran menguasainya, dan ia mengikuti dalam diam.

Adrian sedang membuka salah satu jendela kecil di dapur, berusaha melarikan diri. Namun, sebelum ia sempat melangkah keluar, Melati menyalakan lampu.

"Mau ke mana, Tuan Santoso?" tanyanya dengan nada dingin.

Adrian terkejut, tetapi dengan cepat mencoba menyusun alibi. "Saya... saya hanya butuh udara segar. Tempat ini terlalu sesak."

Melati mendekat, menatapnya tajam. "Anda bukan penulis, bukan? Dan Anda tidak tersesat. Siapa Anda sebenarnya?"

Adrian menggeleng, tetapi sebelum ia sempat membalas, suara langkah berat terdengar dari belakang mereka. Julius muncul, dengan pistol kecil di tangan. "Cukup permainan ini. Katakan yang sebenarnya atau saya akan memaksamu."

Adrian akhirnya runtuh. Dengan suara rendah dan gemetar, ia mengaku. "Baik, saya bukan penulis. Tapi saya juga bukan pencuri berlian. Saya... saya seorang saksi. Saya melihat siapa yang mencuri berlian itu, dan sekarang mereka mengejar saya."

Julius tidak menurunkan pistolnya. "Nama mereka?"

"Saya tidak tahu nama mereka," Adrian berkata cepat. "Tapi mereka punya koneksi kuat. Mereka bisa membuat saya menghilang tanpa jejak."

Melati menyilangkan tangan di dadanya, otaknya bekerja keras mencerna informasi ini. "Jika Anda hanya saksi, kenapa Anda datang ke rumah ini?"

Adrian menggeleng. "Saya tidak tahu. Saya hanya mengikuti insting saya. Tempat ini... terasa aman."

"Aman?" Julius terkekeh tanpa humor. "Anda salah besar. Rumah ini mungkin menjadi perangkap terakhir Anda."

Di saat yang sama, suara kaca pecah terdengar dari ruang tamu. Ketiganya bergegas kembali, hanya untuk menemukan bahwa jendela depan telah dihancurkan, dan angin malam membawa serta pesan mengancam yang tertulis di atas secarik kertas:

"Tidak ada kebohongan yang sempurna. Kami akan datang untukmu."

Siapa sebenarnya yang memburu Adrian? Dan apa yang disembunyikan oleh Villa Arcanum? Temukan jawabannya di episode berikutnya!
Manusia biasa yang suka membaca, menulis dan berbagi

Posting Komentar