Light Articles. Read Now!

Table of Content

Rumah Tua Peninggalan Belanda Episode 2: Bayang-Bayang di Balik Pintu Terkunci

Tidak ada angin, tidak ada hujan, namun pintu yang berat dan besar itu seolah membuka sendiri, lalu menutup dengan keras, meninggalkan gemuruh yang me

rumah tua peninggalan belanda

Suara dari Kegelapan

Ketika pintu rumah itu tiba-tiba terbanting, Alya dan Budi saling berpandangan dengan ekspresi yang penuh tanda tanya. Suara itu datang dari luar—dari halaman belakang rumah tua yang gelap. Tidak ada angin, tidak ada hujan, namun pintu yang berat dan besar itu seolah membuka sendiri, lalu menutup dengan keras, meninggalkan gemuruh yang mengusik ketenangan rumah tersebut.

"Siapa itu?" tanya Alya dengan nada suara yang sedikit tegang, namun tetap berusaha terdengar tenang.

Budi, yang sejak tadi hanya duduk diam di kursi kayu tua, tampak terkejut. Ia berdiri perlahan dan menatap Alya dengan mata yang tampak lebih gelisah dari sebelumnya. "Itu… suara dari ruang bawah tanah. Tidak ada orang yang bisa masuk ke sana kecuali saya."

"Ruang bawah tanah?" Alya mengulangi kata-kata Budi, merasakan ada sesuatu yang sangat tidak beres. "Apa yang ada di sana?"

Budi terdiam, dan wajahnya terlihat lebih pucat dari sebelumnya. Ada sesuatu yang jelas ingin disembunyikan olehnya. Namun, sebelum Alya bisa melanjutkan pertanyaan, Budi mengangguk perlahan dan mempersilakan Alya untuk mengikutinya.

"Ikuti saya," kata Budi, suaranya berbisik rendah, seolah takut ada yang mendengarnya. "Saya akan menunjukkan sesuatu, tetapi Anda harus siap dengan apa yang akan Anda lihat."

Alya mengamati Budi dengan teliti. Ada kegelisahan yang semakin jelas terlihat pada pria itu, dan Alya tahu betul bahwa Budi tidak mengatakan semua yang ia ketahui. Namun, rasa ingin tahu Alya sudah lebih kuat daripada keraguan yang ada di hatinya.

Jejak yang Terlupakan

Budi memimpin Alya melalui lorong-lorong gelap rumah yang terasa semakin sunyi. Langkah kaki mereka yang berbunyi di lantai kayu yang berderit seakan menciptakan gema yang aneh di antara keheningan yang mencekam. Dinding rumah tua itu dipenuhi dengan lukisan-lukisan lama yang tergantung miring, sebagian besar terkoyak atau tergores. Sesekali, Alya melihat patung-patung batu yang tampak seperti artefak peninggalan zaman kolonial. Patung-patung itu memancarkan aura misterius, seolah-olah setiap ukiran dan detailnya menyembunyikan kisah-kisah yang tidak pernah diceritakan.

Mereka berhenti di depan sebuah pintu kayu besar yang terletak di bagian paling ujung lorong, di dekat tangga yang mengarah ke ruang bawah tanah. Pintu itu tampak lebih kuat dari pintu lainnya, dengan relung-relung kayu yang terlihat usang namun kokoh. Sebuah gembok besar tergantung di pintu tersebut, dan sepertinya pintu itu sudah lama tidak dibuka.

Budi mengeluarkan kunci tua dari sakunya, dan suara kunci yang berputar di dalam gembok itu terdengar sangat keras di telinga Alya. Setelah beberapa saat, gembok itu terbuka dengan bunyi keras yang memecah keheningan malam, dan pintu perlahan terbuka.

"Ini dia," kata Budi dengan suara rendah, menatap Alya seakan mencari persetujuan, namun jelas ragu.

Ruangan di balik pintu itu gelap gulita, hanya ada sedikit cahaya yang masuk melalui celah-celah di dinding. Tanpa menunggu lebih lama, Budi menyalakan sebuah lampu minyak yang tampak sudah cukup tua. Cahayanya yang redup hanya memantulkan bayangan-bayangan panjang di dinding yang lebih terlihat menyeramkan.

"Ada apa di sini, Pak Budi?" tanya Alya, suaranya hampir seperti bisikan.

Budi memandang ruangan dengan ekspresi cemas. "Di sini… dulu ada sesuatu yang tidak pernah bisa saya jelaskan. Beberapa kali saya mendengar suara-suara aneh dari sini. Saya sudah mencoba untuk membersihkan tempat ini, tetapi… mereka—suara-suara itu—selalu kembali."

Alya melangkah lebih dekat, matanya menyusuri setiap sudut ruangan yang terbuka. Di tengah ruangan terdapat sebuah meja besar yang tertutup debu tebal. Di atas meja itu, ada sebuah buku tua yang tampaknya sudah lama tidak disentuh. Buku itu terletak terbuka, seakan menunggu untuk dibaca.

Dengan hati-hati, Alya mendekat dan mengambil buku itu. Hal pertama yang ia lihat adalah halaman pertama yang penuh dengan tulisan tangan yang hampir tidak terbaca. Namun, beberapa kata yang terlihat jelas cukup menarik perhatian: "Rahasia yang terkubur, tidak boleh dibuka..."

Alya mengangkat pandangannya dari buku tersebut dan melihat Budi yang berdiri dengan tubuh tegak, matanya terbuka lebar. "Jangan baca itu," katanya dengan suara hampir tak terdengar. "Saya sudah memberitahunya—rumah ini membawa kutukan bagi siapa pun yang mencoba mengungkapnya."

Namun, rasa ingin tahu Alya semakin menggebu. "Apa yang Anda sembunyikan, Pak Budi? Apa yang sebenarnya terjadi di sini?"

Budi terdiam beberapa saat, kemudian menarik napas dalam-dalam. "Ini bukan sekadar rumah tua. Ada kisah tragis yang terjadi di sini, yang melibatkan pemilik pertama rumah ini—Perwira Belanda yang sangat kejam. Rumah ini dibangun oleh mereka untuk tujuan yang lebih gelap daripada yang bisa Anda bayangkan. Dan setelah kematiannya… sesuatu tetap tinggal di sini."

Budi menggigit bibirnya, seperti berjuang dengan dirinya sendiri untuk mengungkapkan lebih banyak. "Saya hanya tahu sedikit, tetapi saya merasa bahwa buku ini adalah kunci untuk membuka misteri itu."

Alya menatap buku itu lagi, dan seakan merasakan adanya kekuatan yang tak tampak di balik kata-kata yang tertulis di sana. Dengan hati-hati, ia mulai membaca lebih dalam.

Menguak Misteri yang Terkubur

Ketika Alya mulai membaca lebih dalam, suasana di sekitarnya seolah berubah. Ruangan yang gelap itu terasa semakin sesak, dan udara di sekelilingnya menjadi berat, seakan menekan. Kata-kata yang tertera di halaman-halaman buku mulai tampak semakin jelas, namun semakin banyak juga simbol-simbol aneh yang muncul, yang tidak dapat ia pahami.

Tertutup rapat, terpendam dalam diam… Jangan bangunkan yang terjaga di bawah.

Alya menggigit bibirnya, berusaha mengerti makna dari kalimat-kalimat tersebut. Tiba-tiba, ia merasa seakan ada sesuatu yang bergerak di dalam ruangan. Suara berderit halus terdengar dari sudut ruangan, dan cahaya lampu minyak yang redup itu berkedip-kedip, seperti hendak padam.

"Pak Budi…" Alya mulai berbicara dengan suara pelan, namun tegang. "Ada yang tidak beres dengan tempat ini. Saya merasa ada sesuatu yang mengawasi kita."

Budi tampak semakin gelisah, matanya terus melirik ke sudut-sudut ruangan yang gelap. "Saya… saya sudah lama merasakannya. Tetapi saya tidak pernah berani membuka lebih jauh. Ada yang harus tetap terkubur di sini."

Tiba-tiba, mereka mendengar suara langkah kaki yang berat dari luar ruangan, seperti seseorang yang berjalan dengan perlahan menuju mereka. Budi terkejut dan melangkah mundur, seakan mencoba untuk menjauh dari sumber suara itu. "Ini… ini tidak bisa terjadi sekarang. Tidak ada yang boleh tahu."

Namun, sebelum mereka sempat bergerak, pintu ruang bawah tanah itu tiba-tiba tertutup dengan keras. Cahaya lampu minyak padam seketika, menyisakan mereka dalam kegelapan yang pekat.

"Siapa itu?" tanya Alya, mencoba untuk menenangkan dirinya. Namun, tidak ada jawaban. Yang terdengar hanyalah desiran angin yang dingin di sekitar mereka, seolah menciptakan suara bisikan-bisikan tak kasat mata yang memanggil mereka.

Alya merasakan ketegangan yang memuncak, namun dia tahu bahwa ia harus tetap tenang. Ada sesuatu yang lebih besar yang sedang terjadi di rumah ini, sesuatu yang jauh lebih mengerikan daripada yang ia bayangkan.


Tunggu Episode 3 untuk mengetahui apa yang terjadi selanjutnya.

Manusia biasa yang suka membaca, menulis dan berbagi

Posting Komentar